Okelah akan saya jelaskan disini melalui wawancara sebgaian banyak teman yang berasal dari Gorontalo. Berdasarkan tata fisik rumah tinggal dan berdasarkan hasil wawancara, ternyata dibalik variasi tata letak fisik tersebut dapat tersirat tiga makna pokok yang berkaitan dengan status sosial seseorang sehingga dalam menganalisis kharakteristik rumah tinggal masyarakatt gorontalo pada zaman dulu dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori, yaitu:
1. Rumah tempat tinggal yang dihuni oleh Raja/golongan dari bangsawan. Rumah tinggal jenis ini sudah jarang ditemukan lagi, untuk pembahasan rumah raja dilakukan dengan memadukan hasil wawancara dari tokoh adat dan melihat replika rumah raja yang selama ini digunakan sbgi tempat pelaksanaan proses adat. Rumah ini biasanya dinamakan Banthayo Poboide. Menurut Daulima bahwa Banthayo Poboide ini merupakan replika rumah raja pada jaman dahulu
2. Rumah tinggal yang dihuni oleh orang yang berada/kaya
3. Rumah tinggal yang biasanya dihuni oleh rakyat kebanyakan/rakyat biasa ( dari golongan menengah ke bawah).
Ketiga kategori dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Rumah tempat tinggal yang dihuni oleh Raja/golongan dari bangsawan. Rumah tinggal jenis ini sudah jarang ditemukan lagi, untuk pembahasan rumah raja dilakukan dengan memadukan hasil wawancara dari tokoh adat dan melihat replika rumah raja yang selama ini digunakan sbgi tempat pelaksanaan proses adat. Rumah ini biasanya dinamakan Banthayo Poboide. Menurut Daulima bahwa Banthayo Poboide ini merupakan replika rumah raja pada jaman dahulu
2. Rumah tinggal yang dihuni oleh orang yang berada/kaya
3. Rumah tinggal yang biasanya dihuni oleh rakyat kebanyakan/rakyat biasa ( dari golongan menengah ke bawah).
Ketiga kategori dapat dijelaskan sebagai berikut:
- Pola dan bentuk bangunan persegiempat utuh dan berbentuk rumah panggung. Jenis tiang dibagi menjadi 3 jenis yaitu 2 buah tiang yang utama (wolihi) untuk menerus dari tanah ke atap, 6 buah tiang di serambi depan serta tiang dasar (potu) bervariasi tergantung kategori rumah, yaitu Formasi dan jumlah tiang, 4 x 8 atau 32 macam tiang untuk golongan bangsawan atas termasuk raja dan ratu, 4 x 6, 4 x 7 atau 24 dan 28 tiang untuk golongan bangsawan kela menengah atau golongan berada/kaya, 4 x 5 atau 20 tiang untuk rumah rakyat yang kebanyakan biasa
- Untuk kategori pertama bukti otentik tidak ditemukan lagi di observasi lapangan, analisis dilakukan dengan melihat ciri umum yang terdapat pada golongan bangsawan menengah dengan memadukan hasil wawancara bersama dengan pemuka adat/budayawan.
- Fungsi dan formasi spasial lak tata ruang rumah secara vertikal terbagi tiga macam, masing-masing; tahuwa (ruang bawah atau kolong rumah) merupakan ruang bagian bawah tempat pajangan benda-benda sejarah atau budaya, biasanya dipasang alat tenun untuk menenun sarung dari benang yg terbuat dari kapas, menyimpan hasil bumi serta menyimpan peralatan pertanian serta ruang tengah/badan rumah dan ruang atas/atap
- Secara horisontal ruang terbagi 3 bagian, yaitu: surambe atau ruang depan atau teras (tempat menerima tamu pria), ruang tengah atau bangunan induk terdiri dari seorang duledehu/hihibata (tempat menerima tamu dari perempuan), huali (kamar/tempat tidur), dulawonga (ruangan pada belakang yang dipakai untuk melepas lelah, hantaleya (teras sampingan kiri dan kanan rumah agak rendah dari induk hanya terdapat pada rumah raja yang berfungsi sebagai selasar dan pengawal raja.
- Tidak terdapat bangunan khusus dapur pada rumah raja oleh karena makanan dan minuman penghuni istana biasanya disediakan dari luar yang pengadaannya diatur secara bergilir pada anak buahnya. Sementara menurut Daulima (2008) ruang dapur (depula) pada rumah rakyat biasa, pada mulanya dipisahkan oleh hulude sebagai selasar penghubung dengan bangunan utama/induk dimana lantainya lebih rendah Menurut adat masyarakat Gorontalo, dapur ini merupakan rahasia jadi setiap tamu yang bertandang dirumah tidak melewati jembatan tersebut.
- Tidak ada aturan untuk orientasi rumah tempat tinggal semua menghadap ke jalan. Hal ini dikarenakan terdapat hubungan interaksi antar komunitas dalam masyarakat kampung. Khusus untuk rumah rajadan ratu pada jaman dahulu berorientasi menghadap ke alun-alun (lapangan).
- Perletakan tu’adu atau tangga, pada mulanya hanya satu yang diletakkan di tengah garis tegak lurus bersandar pada duledehu/serambi dengan masing masing jumlah anak tangga 5 atau 7. Kemudian berkembang menjadi 2 tangga yang juga terletak disamping kiri dan kanan. Perkembangan terakhir merupakan pengaruh zaman Belanda. Jumlah anak tangga 7 untuk rumah bangsawan dan 5 untuk rakyat.
- Dimensi bangunan bervariasi tergantung dari jumlah besar ruang sesuai dengan status sosial penghuni (lihat poin 2 di atas).
- Bentuk atap bersusun 2 dengan lisplank yang dihiasi mcam ornamen untuk rumah bangsawan, sedang untuk golongan menengah atap bersusun sebagian dihiasi dengan ornamen dan untuk golongan rakyat menengah atapnya sebagian bersusun dan sebagian tidak bersusun. Perkembangan terakhir saat perbedaan status sosial tidak lagi dapat dibedakan berdasarkan susunan atapnya.
- Penggunaan jalamba (ornamen yang terletak di bagian atas pintu atau jendela dan ornamen yang menghias reiling tangga dan teras) pada golongan bangsawan berbentuk silang dengan berbagai variasi sementara untuk golongan dari rakyat biasa berbentuk silang tetapi dengan model yang lebih sederhana. Berbagai bentuk geometris lain berkembang setelah masuknya islam dengan berbagai variasi.
- Penggunaan material (lantai, plafond serta inding dan tangga) untuk golongan bangsawan seluruhnya menggunakan kayu atau papan, untuk rumah rakyat biasa. sebagian masih gabungan antara kayu dan bambu. Sedangkan mateial atap seluruhnya sudah menggunakan seng yang pada awalnya menggunakan rumbia. Untuk material tiang dan penyangganya baik pada golongan bangsawan maupun rakyat sebagian besar sudah mengalami perubahan yakni dari material atau konstruksi kayu menjadi konstruksi batu. begitulah gambaran Desain Rumah Adat Aceh Jawa Gorontalo Bali , Lihat juga Desain rumah Aceh, Bali, Jawa dan penjelasannya